Disebut juga Aluk Rampe Matampu, Rambu Solo merupakan adat pemakaman
Toraja yang identik dengan mengorbankan babi atau kerbau kepada arwah
leluhur atau orang yang meninggal dunia.
Upacara adat tersebut biasanya berlangsung meriah dan menguras
materi. Keluarga akan mati-matian ngumpulin uang supaya mereka bisa
menyelenggarakan upacara Rambu Solo, sebab Rambu Solo adalah fokus dari
siklus hidup masyarakat Toraja. Rambu Solo juga dianggap sebagai bentuk
tanggung jawab keluarga terhadap orang yang sudah meninggal.
Nah, Rambu Solo terbagi lagi jadi beberapa tingkatan sesuai dengan
kedudukan seseorang dalam masyarakat dan kemampuan seseorang dalam
membiayai upacara tersebut. Ada yang disebut Disilli, yakni upacara
pemakaman paling sederhana. Dulu, penguburan bagi masyarakat dari
golongan miskin biasanya hanya membekali orang yang meninggal dengan
telur ayam. Tapi sekarang, upacara Disilli rata-rata menguburkan orang
meninggal dengan memotong seekor babi.
Ada pula yang tahapan lain seperti Dipasang Bongi yakni upacara
pemakaman yang hanya berlangsung semalam dengan korban seekor kerbau dan
beberapa babi saja, Dipatallung Bongi yakni penguburan yang berlangsung
tiga malam dengan korban empat kerbau dan sekitar sepuluh babi, serta
Dipalimang Bongi yakni pemakaman yang berlangsung lima hari lima malam.
Dan, tahapan upacara yang mewah disebut Dipapitung Bongi. Berlangsung
tujuh hari tujuh malam, sepanjang upacara berlangsung setiap malam ada
kerbau dan babi yang dikorbankan. Jumlah kerbau yang dipotong antara 9
dan 20 ekor, adapun kepala kerbau dipajang di rumah adat tongkonan.
Upacara pertama berlangsung di rumah tongkonan. Selanjutnya, jenazah
diistirahatkan setahun sebelum upacara kedua diadakan. Saat upacara
kedua, jenazah akan diarak oleh ribuan orang dari rumah tongkonan ke
Rante. Jenazah sudah terbungkus kain merah berlapisi emas tersebut dan
dibuatkan tau-tau atau boneka yang menyerupai orang yang sudah
meninggal. Arak-arakan juga diikuti iring-iringan puluhan ekor kerbau
jantan yang siap diadu satu lawan satu.